Tuesday, June 23, 2015

Kunang-Kunang Sahur

tumblr.com
Entah hari keberapa, dan untuk kesekian kalinya, laptopku jadi saksi maju mundurnya seorang Nana. Aku menulis, menulis, nulis, nulis lagi, tapi males banget klik publish. Sakit ini menghirup semua semangat.

Rasanya jadi sangat menyenangkan terus bergelung dipeluk selimut. Mungkin sih ya, karena dinginnya menggila beberapa hari ini. Mungkin juga ya, karena tidur ini semakin mirip dengan pintu gerbang besar. Dengan dua tiang tinggi melengkung, dan musik lembut yang menentramkan dari seberang sana. Menyeberang ke sisi sana terasa sangat mudah. Sejangkauan tangan juga sampai. Hanya perlu mengulurkan tangan, lalu glek. Na pasti sampai ke sana. Sudah dua hari sejak Na salah minum obat, sampai sekarang masih terasa mengambang. Memejamkan mata, rasanya begitu tenang. Enggan untuk bangun.

Gampang, mudah, easy. You named it. Percaya, segampang itu. Mati itu tidak sulit.

Friday, June 12, 2015

Dia dan Senyum Dalam Sepi

Pixshark.com
Mendengarkan lagu seperti itu bukan cara yang baik untuk mengawali hari, Na. Wempy berbisik lembut mengingatkan.

Aku tersenyum. Mendengarkan Memorynya Kim Bum So, memang bukan cara untuk meningkatkan mood. Lagu sedih begini bukan kategori mood lifting songs. Tapi Na suka. Hidup ini tidak selalu ceria, dan seperti lagu ini, tidak ceria juga bisa dinikmati.

Kamu ingat dia lagi,Na. Wempy bertanya sambil berbaring disampingku. Aku melirik dan melihatnya terlentang memandangi langit-langit kamar. Dua hari kemarin, kami sibuk menggeser tempat tidur, pas disamping jendela. Aku sekarang bisa berbaring sambil memandangi danau di bawah sana.

Aku mengangguk mengiyakan. 

Bukankah kamu seharusnya belajar melupakan dia, Na. Wempy bertanya lagi.

Wednesday, June 3, 2015

Absurditas Cinta

Sumber foto. bayflicks.net
Aku tergelak ketika membaca tulisan di chat kami. "Memang absurd, dekat dengan dia, tapi justru mencintai seorang laki-laki yang jauh."

"Lebih absurd mana dengan Nana, kk. Yang mencintai seorang laki-laki, baru dikenal, dan cinta itu telah bertahan empat tahun lamanya." Aku yakin dia tersenyum di belahan bumi sana. Sore itu kami sedang membicarakan tentang banyak hal, dan salah satunya mengenai laki-laki yang kami cintai. Wempy hanya mengngkat alis sambil bersiul mendendangkan Cinta Sejati Ari Laso. 

Cinta katanya hal paling absurd di dunia. Tidak ada satu pun yang bisa mendefinisikannya secara pasti. Hanya ciri-ciri yang menjadi standar tentang cinta.

Karena setiap orang punya cara tersendiri dalam mendefinisikan cinta, Na. Wempy menjawab. Wajahnya sedih dan aku tahu kenapa. Karena aku tak suka terbaring sakit. Apalagi sakitnya karena sesuatu yang diluar logika ilmu pengetahuan. Tapi setidaknya aku bisa merasa lega.

Wednesday, May 27, 2015

Dia Istimewaku, & Gadis Obsesi Selebritis.

sumber foto : medicalxpress.com
Sebenarnya yang  ingin aku tuliskan adalah betapa dekatnya aku dengan kematian. Lima hari lalu, hanya sedikit lagi jarak antara aku dan kebebasan. Sedikit lagi, dan aku bisa meninggalkan badan dengan pikiran kacau balau ini.

Tapi ternyata umur memang tidak bisa ditawar. Kalau belum waktunya, tidak bisa dipercepat, tidak bisa diperlambat.

Lalu kenapa mendadak bicara lagi tentang mati? Karena memang lima hari lalu kematian itu sudah dengat. sangat dekat, dan semuanya gara-gara seorang gadis dengan obsesi hidup menjadi selebritis. Sepertinya.
Tapi aku sedang tak ingin menulis tentang kematian itu, aku ingin menulis yang lain saja. Dan ada sedikit kaitan dengan gadis itu.

Awalnya hampir seminggu lalu. Ummi pulang dari rumah saudara abi, jauh dari kota Takengon tempatnya. Seorang perempuan hampir sebaya ummi ikut, bersama perempuan itu ada seorang gadis bertubuh montok.

Montok. Karena kalau aku katakan bunder, sangat menghina. Tapi kalau ku katakan gemuk, banyak perempuan menghindari kata itu. Jadi montok aja deh. Kulitnya sawo matang. Matangnya kira-kira seperti buah sawo yang jatuh dari pohonnya lalu mandi matahari demi kesehatan, selama dua atau tiga hari.

Monday, May 11, 2015

Rindu Ini Kutitipkan Pada Langit Saja

Sumber foto: Pinterest.com
Nada deringnya Viva Forever. Pasti Kay. Aku setengah berlari menjemput panggilan masuk itu. Dan riang suaranya membuat siang yang mendung tadi jadi lebih cerah.

"Aku akan menikah, Na." Suara Kay memberikan kabar gembira itu. Dan aku bahagia untuknya. Kayla yang baik, mans, shalihah berhak untuk menjemput pernikahan barakah yg menjadi obsesinya. Di sudut jambo kayu yang baru jadi. Wempy melirik sambil tersenyum. Kami bahagia untuk Kay.

Setelah telpon di tutup. Masih terngiang suara Kay bercerita. Calonnya seorang dai muda. Baru pulang dari Malaysia. Penghafal 28 juz al-Quran. Dengan bidang studi masternya ekonomi islam. Mereka dijodohkan, dipertemukan oleh Bunda Nani, guru mengaji kami di Jakarta. Ah, Kay. Keteguhanmu melepaskan semua dunia kemilau dan menutup diri total mungkin itu yg membuatmu lebih beruntung dibandingkan Nanamu yang harus menyepi di puncak gunung. Menjauh dari dunia ramai, agar tetap waras.

Peraduan Hijau dan Dingin

Kamu tahu? Kalau kulangkahkan kaki menyusuri halaman belakang, aku akan tiba di tepi danau. Bagiku ini masih seperti sekeping surga yang jatuh ke bumi. Tapi juga rasanya seperti  terjebak dalam batas antara dua dunia. Dari lantai dua, dua jendela besar di kamar membuka ke arah berbeda. Satu, kota kecil yang sibuk selama matahari bersinar, dan menjadi pendiam saat malam datang. Aku bisa melihat puncak-puncak bangunan sampai jauh, kesibukan terminal bus kecil dan segelintir pasar.

Satu jendela lagi membuka ke halaman belakang. Pohon besar yang aku tak tahu namanya, cukup banyak, dan kata ibu tetangga, dua pohon di sudut adalah durian. Sepertinya menyenangkan saat masa berbuah tiba. Ada juga sebaris pohon kopi. Luar biasa, di sini bahkan masih ada kebun kopi di tengah kota. Halaman belakang terus melebar panjang, dan berhenti di pagar tinggi kawat berduri yang membatasi halaman dan tepian danau.

Sejak pindah, aku menghabiskan pagi dan sore, bergelung dalam selimut di bangku kayu di tepian danau. Setelah berhasil tak perduli pada banyak laki-laki yang tersenyum-senyum tanpa sebab, menyapa dengan bahasa yang kadang tak ku mengerti. Suasananya menyenangkan. Tak peduli kan mereka, maka suasana menyenangkan. Dingin angin dari danau dan gunung, tapi menyegarkan. Memang tidak ada aroma garam samudera, tapi wangi khas danau itu juga cukup menyenangkan. Lebih menyenangkan setelah tahu bahwa kami beruntung karena disekitar rumah, kiri kanan sampai lumayan jauh, rumah-rumah lain tidak ada yang membangun kamar mandi di tepi danau. tidak merusak pemandangan seperti di kampung sebelah sana.

Kamu juga akan tersenyum dalam hati. Walaupun sebenarnya lebih lega kalau bisa tertawa lepas. Bukan tentang pemandangan, tapi para pemuda itu. Kombinasi unik antara gaya rambut dan busana ala korea, dan wajah melayu yang tidak pas dengan gaya. Bukan menghina. Gaya tetap butuh aturan, seperti hal lain dalam hidup kita kan?

Friday, May 8, 2015

Katakan Padaku, Apa Warna Kematian Itu

Sumber Foto : Flickr.com
Dua malam berlalu dan aku masih dalam belitan panik yang kembali menggila. Jangan tanyakan kenapa pada jiwa yang rusak ini. Karena kamu tentu paham. Bila aku dapat menarasikan sebab dan maknanya, maka aku bukanlah Sarinah yang meringkuk sepi mengunci diri. Saat itu, aku sudah bukan lagi pasien baik yang diminta berulang kali menjelaskan hal yang aku sendiri tak mampu memahaminya.

Dan semua bersumber dari satu ketidaknyamanan serupa debu kecil. Lalu menggila menjadi badai, yang mengangkat semula segala kenangan lama. Yang selama sembilan puluh perputaran matahari itu sempat ku tenggelamkan jauh dan nyaris terlupakan.

Kamu tahu, Na. Kebiasaanmu untuk menyusun kata dan memperumitnya selalu muncul setiap kamu mencoba melupakan cemasmu. Dan kenyataannya hanya membuatmu terbeban. Kata-katamu merumit dan begitu juga pikiranmu. Wempy menatapku lalu bersandar menjengukkan kepala melihat danau.